Belum lama duduk datanglah seorang pemuda tanggung yang juga akan berteduh. Setelah menyandarkan Tiger yang dipakainya, pemuda itu cepat-cepat masuk ke bangunan yang belum jadi tersebut.
Bu Misye pertama agak khawatir dengan pemuda tersebut namun akhirnya kekhawatirannya hilang karena melihat penampilannya juga keramahannya. Bu Misye melempar senyum dibalas dengan senyum oleh pemuda tersebut.
Pemuda tanggung tersebut berkulit putih bersih dan wajah yang diakui oleh Bu Misye memang tampan. Pemuda tersebut duduk di kursi panjang agak berjauhan letaknya dengan Bu Misye.
“Cuma sendirian Bu?” pemuda tersebut memulai pembicaraan.
“Iya Dik” Bu Misye menjawab.
“Adik dari mana?” lanjutnya.
“Dari rumah teman, sedang Ibu sendiri dari mana?” pemuda itu menyambung.
“Dari tempat kerja Dik” Bu Misye menjawab.
“Koq sampai sore Ibu, memang tidak dijemput oleh suami atau putra Ibu?” pemuda tersebut kembali bertanya.
“Ndak Dik.. walau udah tua Ibu berusaha sendiri lagian anak-anak Ibu udah berkeluarga semua” Bu Misye menyahut.
“Eh Adik masih kuliah kelihatannya, nama Adik siapa biar enak kalau manggilnya” lanjut Bu Misye, walau dalam hatinya dia agak bingung kenapa harus bertanya namanya.
“Iwan Ibu, masih kuliah semester pertama, nama Ibu?” jawab pemuda tersebut.
“Misye” jawab Bu Misye.
“Ibu umurnya berapa koq ngakunya sudah tua?” Iwan bertanya.
“Udah hampir limapuluh Dik Iwan” jawab Bu Misye.
“Koq masih keliatan lebih muda dari usia Bu Misye lho?” lanjut Iwan.
Pembicaraan terhenti sebentar. Baju yang dipakai oleh Bu Misye yang basah secara jelas mencetak buah d*d*nya yang sekal terbungkus oleh B* hitam yang keliatan sangat menantang di usianya.
Rambutnya yang teruarai lurus sebahu tampak basah juga. Kulitnya yang putih tampak titik air yang masih membasahinya. Iwan terus memandangi tubuh yang Bu Misye.
“Tubuh Ibu masih bagus lho, Bu Misye tentu sangat bisa merawat tubuh” tiba-tiba Iwan memecah kesunyian.
Bu Misye agak kaget dengan pertanyaan Iwan. Dia agak tersinggung dengan pertannyan itu apalagi mata Iwan yang tidak lepas dari d*d*nya. Anak ini ternyata agak kurang ajar.
Belum lagi keterkejutannya hilang, Iwan berkata lagi, “Tentu suami Ibu sendiri sangat sengan dengan istri yang secantik dan semolek Bu Misye” Iwan berkata sambil meremas-remas kem*luannya yang masih dibungkus celananya.
Melihat situasi yang kurang baik itu, Bu Misye tidak menjawab, dia langsung berdiri menuju ke motornya walaupun hujan tampaknya semakin menjadi-jadi. Namun tangan Iwan lebih dulu menyahut tangan Bu Misye. Bu Misye semakin marah.
“Kau mau apa haa?” hardiknya.
“Hujan masih lebat, sedang kita cuma berdua.. saya menginginkan Ibu” sahut Iwan dengan santainya sambil merangkul Bu Misye dari belakang.
“Menginginkan apa?” Bu Misye agak berteriak sambil berusaha melepaskan pelukan Iwan.
“Menginginkan tubuh Ibu..” Iwan berkata sambil tangannya beraksi mengger*yangi tubuh Bu Misye dari belakang.
“Jangan Dik Iwan.. apa kamu nggak merasa umurku.. sebaya dengan ibumu” Bu Misye berusaha untuk mengingatkan.
“Justru itu saya suka” Iwan menyahut.
Tangan kirinya merangkul Bu Misye dari belakang, tangan kananya berusaha menyingkap rok yang dipakai Bu Misye setelah tersingkap ke atas Iwan mengeluarkan pen*snya yang sudah keras berdiri.
Tak ketinggalan C* yang dipakai oleh Bu Misye dipelorotkan ke bawah.
Tangan Iwan mer*ba-r*ba m*m*k Bu Misye yang ditumbuhi oleh j*mb*t yang rimbun. Jarinya berusaha masuk ke l*bang kenikmatan Bu Misye.
“Dik Iwan.. To.. long.. hentika.. ka.. ka.. ka.. mu nggak se.. harusnya mela.. kuka.. ini.. Dik Iwan Iwan..” Bu Misye berusaha mengingatkan lagi dengan terbata-bata.
“Ah.. Jangan.. Dik Iwan.. Ibu.. sudah tua.. ingat..” tambahnya lagi.
Iwan tidak menggubris kata-kata Bu Misye jarinya sudah masuk ke v*gina Bu Misye dan bermain-main di dalamnya. Kemudian Iwan berusaha membalikkan tubuh Bu Misye, setelah itu dengan kasar Iwan mendorong tubuh molek itu sehingga jatuh terjerebab ke tanah.
Dengan posisi duduk mengk*ngk*ng Bu Misye berusaha bangkit lagi dari duduknya. P*hanya yang mulus tersingkap sampai ke pangkalnya. Pakaian bagian atas acak-acakkan tampak sebagian k*tang warna hitam yang seolah tak mampu menahan volume b*ah d*d* indah Bu Misye.
Belum sempat berdiri Iwan berkata sambil melepaskan celana dan bajunya, “Bu Misye, anda berteriakpun tak akan ada orang yang mendengar.. tempat ini agak jauh dari rumah penduduk sebaiknya Bu Misye tidak usah macam-macam”
“Aku tak kan sudi melayani kamu.. anak muda” Bu Misye setengah berteriak.
“Sudah jangan banyak bicara lepaskan pakaianmu.. cepat.. daripada aku menyakiti Ibu” sahut Iwan sambil melepaskan cel*na d*lamnya, tampak b*tang k*nt*lnya yang sudah meng*cung keras.
Airmata Bu Misye mulai berlinang. Dia merasa sangat ketakutan dan galau hatinya. Dia merasa tak berharga dihadapan anak muda yang pantas menjadi anaknya. Dia juga merasa menyesal berteduh di tempat itu, dia merasa juga menyesali pakaian kerja yang sering ia kenakan.
Rok yang terlalu tinggi dan baju yang transparan yang memperlihatkan B*nya yang seakan tidak muat menahan b*ah d*d*nya, sehingga membuat para lelaki yang menatapnya seolah menelanj*nginya.
Namun dalam hatinya berkata juga bahwa baru sekarang dia melihat kem*luan lelaki yang besar, ****** suaminya tidak sebesar itu. Darahnya berdesir kencang. Belum hilang keterpanaannya sudah dikejutkan oleh suara Iwan lagi, “Cepatt! Sudah nggak tahan nih..”
Karena dilanda ketakutan, dengan perlahan tangan Bu Misye melepas satu persatu kancing bajunya. Tampaklah pay*daranya yang dibungkus oleh B* hitam. “Cepat lepas k*tangmu!” bentak Iwan.
Dalam hati Bu Misye berkata anak muda memang nggak sabaran. Setelah melepas B*nya, tumpahlah pay*dara Bu Misye yang masih tampak sekal dan mengga*rahkan, put*ng s*s*nya yang coklat kehitam-hitaman tampak menantang sekali.
Iwan jongkok di dekat Bu Misye tangannya mulai mengger*yangi pay*dara Bu Misye.
“Uh.. ah.. ah..” rintih Bu Misye ketika tangan Iwan memilin milin put*ngnya.
Tidak puas memilin-milin mulut Iwan mulai mendarat di pucuk anggur itu. L*dahnya menari-nari dan ketika dih*sap keras-keras Bu Misye hanya bisa menggigit bibir bagian bawah dan memejamkan matanya.
Setelah puas dengan b*ah d*d* Bu Misye Iwan bangkit kemudian mendekatkan k*nt*lnya yang besar tersebut ke mulut wanita paruh baya yang lemah itu.
“H*sap.. Bu Misye” perintahnya.
“Cepatt!” bentak Iwan ketika Bu Misye belum juga melakukan apa yang ia kehendaki.
Akhirnya Bu Misye meng*lum b*tang zakar. Pertama dia melakukan hampir saja dia muntah karena selama hidupnya dia baru melakukan beberapa kali dengan suaminya. Bu Misye seakan tidak percaya apa yang dia lakukan sekarang, dia di tempatnya bekerja adalah orang yang dihormati sedang di kampungnya dia juga orang yang disegani Ibu-Ibu.
Namun pada saat ini dia sedang melakukan hal yang jorok hingga tentu kehormatannya sebagai wanita hilang sama sekali. Iwan dengan kasar memaju mundurkan k*nt*lnya sehingga terdengar suara nyaring mengga*rahkan.
Setelah puas Iwan bangkit lagi kemudian di mengambil posisi ditengah-tengah di antara kaki mulus Bu Misye. Sambil mengelus-elus k*nt*lnya yang sudah sangat keras, Iwan berkata, “Bu Misye lebarkan lagi agar lebih mudah”
Hal yang sangat mendebarkan bagi Bu Misye akan terjadi dengan perlahan Bu Misye membuka lebar kakinya sehingga tampaklah m*m*knya yang tampak merekah dengan bibirnya yang agak menggelambir. Perlahan dan pasti Iwan menuntun k*nt*lnya memasuki l*bang kenikmatan Bu Misye.
Iwan merasakan kehangatan m*m*k Bu Misye dan kekencangannya seakan meremas rudal Iwan. Sebaliknya Bu Misye yang sedari tadi dengan berdebar menantikan hal tersebut seakan terhenti detak jantungnya ketika ia mulai dit*suk oleh anak muda ini.
Seakan merobek barang paling berharga yang dimilikinya. Ketika Iwan mulai mempercepat genj*tannya tampaknya Bu Misye juga sudah mulai melambung ke awan. Sementara diluar hujan seakan belum mau berhenti. Iwan semakin mempercepat genj*tannya.
Buah d*d* Bu Misye tergoncang-goncang kesana-kemari. Bu Misye yang semula pasif sedikit memberi perlawanan dengan menggoyangkan pant*tnya. Tangannya mengepal memukul lantai, kepalanya bergoyang menahan hawa b*rahi yang semakin meninggi.
Akhirnya Bu Misye tidak kuat menahan cairan yang semula ia bendung-bendung, lobang m*m*k Bu Misye mengerut kencang ketika dia mencapai puncak. Bu Misye malu kenapa dia bisa org*sme padahal ia tidak menginginkan itu.
Yang lebih membuat dia bertambah malu adalah Iwan seakan mengetahui hal tersebut. Iwan tersenyum sambil terus mempercepat genj*tannya. Dalam hatinya dia berkata ternyata kau juga merasakan kenikmatan juga. Dan tampaknya Iwan juga akan sampai ke puncak.
Dan terdengar lenguhan panjang Iwan ketika b*tang k*nt*lnya ia tancapkan dalam-dalam sambil merangkul erat Bu Misye keluarlah cairan sp*rma membanjiri l*bang m*m*k Bu Misye. Iwan terkulai lemas diatas tubuh tel*nj*ng Bu Misye jiwa mereka seolah melayang sejenak.
Setelah itu Iwan bangkit dan mengambil pakaiannya sambil berkata, “Bu Misye berpakaianlah, tampaknya hujan sudah mulai reda, m*m*k Ibu ueenak sekali, terima kasih ya Bu Misye”.
Bu Misye menatap Iwan dalam hatinya bercampur antara marah, gundah, galau. Namun satu hal yang dia tidak pungkiri bahwa dia juga menikmati perk*saan yang dilakukan Iwan.
Akhirnya Bu Misye memunguti pakaian kemudian mengenakannya kembali. Mereka berjalan ke arah motor mereka tanpa bersuara. Tampaknya hujan sudah reda. Bu Misye menghidupkan mesin motornya, namun ia dihentikan lagi oleh Iwan.
Iwan berkata, “Bu Misye saya minta maaf akan kelancangan saya, saya tidak bisa menahan gejolak n*fsu saya..”
Bu Misye tak menjawab. Ia hanya menatap wajah Iwan dengan mata yang berkaca-kaca. Iwan diam kemudian Iwan mendekatkan wajahnya dan c*uman hangat ia daratkan ke bib*r Bu Misye. Pertama Bu Misye diam namun akhirnya Bu Misye membalas c*uman tersebut.
L*dah mereka saling bertautan. Sejenak kemudian Bu Misye tersadar dan melepaskan c*uman tersebut kemudian melajukan kendaraannya. Iwan hanya terdiam terpaku kemudian menaiki kendaraannya ke arah yang berlawanan. Bu Misye menerobos hujan rintik-rintik dengan perasaan yang sebenarnya terpuaskan.